UPAYA
PELESTARIAN TEMBANG MACAPAT
SEBAGAI
BUDAYA KHAS JAWA
DI
DESA TUMPANG RT 02/RW 06 PADARANGIN
KECAMATAN
SLOGOHIMO - KABUPATEN WONOGIRI
KARYA
TULIS
Disusun
dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan
Melengkapi
Sebagian Syart Ujian Nasional
Di
SMA Negeri 1 Slogohimo
Disusun
Oleh :
Nama : Nianti
No. Induk : 1804
Kelas : XII
Program : IPS
PEMERINTAH
KABUPATEN WONOGIRI
DINAS
PENDIDIKAN
SMA
NEGERI 1 SLOGOHIMO
2012
PENGESAHAN
Karya tulis ini diajukan dan disetujui oleh pembimbing dan disahkan oleh
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Slogohimo pada :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
Pembimbing
I
Tri
Lestari, S.Pd
NIP.
1974060 200112 2 004
|
Pembimbing
II
Indyah
Tri H, S.Pd
NIP.
19740218 200501 2 005
|
Slogohimo,
Mei 2012
Mengesahkan
Kepala
SMA Negeri 1 Slogohimo
Dra.
Yuli Bangun Mursanti, M.Pd
NIP.
19640720 199512 2 003
|
Koordinator
Karya Tulis
Heru
Purwoko, S.Pd
NIP.
19730620 200701 008
|
MOTTO
- Mempunyai satu musuh sama dengan kehilangan seribu teman.
- Kegagalan adalah awal menuju keberhasilan.
- Orang yang gagal adalah orang yang pernah mencoa.
- Pengalaman adalah guru yang baik.
PERSEMBAHAN
Persembahan :
Karya tulis penulis persembahkan :
1. Ayah
dan Ibu tercinta
2. Adik
dan kakak tersayang
3. Almamater
SMA Negeri 1 Slogohimo
4. Para pembaca yang budiman
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
Karya tulis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan kelulusan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya,
terutama kepada :
- Dra. Yuli Bangun Nur Santi, M.Pd, kepala sekolah SMA Negeri 1 Slogohimo.
- Tr Lestari, S.Pd, Pembimbing I yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.
- Indyah Tri H, S.Pd Pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.
- Semua pihak yang telah membantu, hingga terselesaikannya karya tulis ini.
Semoga segala bantuan, saran, serta pengarahan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, Amiin. Penulis
menyadari bahwa tesis ini masih banyak sekali kekurangannya, untuk itu penulis
sangat mengarapkan kritik dan saran-saran para pembaca untuk perbaikan.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi dunia pendidikan.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “buddhayah”,
yang merupakan bentuk jamak dari “buddhi” (budi atau akal) diartikan sebagai
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris,
kebudayaan disebut “Culture”, yang berasal dari bahasa latin “Colere”, yaitu
mengolah atau mengenjakan.
Budaya Indonesia
sangat beragam, salah satunya adalah budaya Jawa. Budaya tersebut adalah budaya
yang diwariskan nenek moyang pada jaman dahulu kepada kita. Budaya Jawa
merupakan salah satu budaya tua, didalamnya terkandung nilai-nilai penting dan
bermanfaat.
Tembang macapat adalah satu dari budaya yang ada di Jawa. Bagi orang yang
tidak menyukai tembang ini, mereka akan menganggap bahwa tembang macapat adalah
tembang kuno, tidak mengandung makna apapun, bahkan tidak perlu untuk
dilestarikan. Oleh karena itu, jarang disukai dan jarang diminati publik.
Jika kita meresapi dan mempelajari setiap jenis tembang macapat dari
tembang pertama sampai akhir berisi tentang asal-usul manusia mulai dari awal
ia berada dalam kandungan, kemudian lahir dan hidup di dunia hingga akhirnya
kembali ke alam kekal.
Berdasarkan pertimbangan di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “Upaya Pelestarian Tembang Macapat sebagai Budaya Khas
Jawa di Desa Tumpang Rt 02/Rw 06 Padarangin”.
B. Pembatasan
Masalah
Penelitian ini agar lebih terarah dalam pembahasannya maka penulis
mencoba membatsi masalah pada upaya yang dilakukan untuk melestarikan tembang
macapat di Desa Tumpang Rt 02/Rw06 Padarangin.
C. Perumusan
Masalah
Berdasarkan masalah yang telah di papaskan pada latar belakang masalah,
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Seperti
apakah tinjauan umum di daerah tersebut ?
2. Bagaimanakah
perkembangan tembang macapat dari masa ke masa ?
3. Bagaimanakah
tafsir dari setiap jenis tembang macapat ?
4. Apa
manfaat tembang macapat dalam kesenian di Desa Tumpang Rt 02/Rw 06 Padarangin ?
5. Bagaimana
cara melestarikan tembang macapat di desa Tumpang Rt 02/Rw 06 Padarangin ?
D. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum Penelitian :
a. Sebagai
persyaratan mengikuti Ujian Nasional SMA Negeri 1 Slogohimo.
b. Dapat
dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian serupa.
2. Tujuan
Khusus Penelitian :
a. Untuk
mengetahui tinjauan umum di Desa Tumpang Rt 02/Rw 06 Padarangin.
b. Untuk
mengetahui perkembangan tembang macapat dari masa ke masa.
c. Untuk
mengetahui tafsir dari setiap jenis tembang macapat.
d. Untuk
mengetahui manfaat tembang macapat dalam kesenian di Desa Tumpang Rt 02/Rw 06
Padarangin.
e. Untuk
mengetahui cara melestarikan tembang macapat di Desa Tumpang Rt 02/Rw 06
Padarangin.
E. Manfaat
Penelitian
1. Pembaca
dapat mengetahui tinjauan umum mengenai kondisi desa Tumpang Rt 02/Rw 06
Padarangin.
2. Pembaca
dapat mengetahui sejauh mana perkembangan tembang macapat dari masa ke masa.
3. Pembaca
dapat lebih memahami tafsir dari setiap jenis tembang macapat.
4. Pembaca
dapat mengetahui beberapa manfaat tembang macapat dalam kesenian.
5. Pembaca
dapat mengetahui cara-cara yang dilakukan masyarakat di Desa Tumpang dalam
melestarikan tembang macapat.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Pengertian
Macapat
Macapat adalah tembang tradisional Jawa. Macapat juga berada di Bali , Madura, dan Sunda. Jika dilihat dari istilah bahasa
macapat mempunyai arti membaca empat-empat. Membacanya harus terkait setiap
empat suku kata. Tembang ini mulai muncul pada berakhirnya jaman Majapahit dan
dimulainya Walisanga memegang kekuasaan. Namun semua itu belum pasti, karena
belum ada pendapat yang bisa dipastikan.
Macapat banyak digunakan pada Sastra Jawa Tengahan dan Sastra Jawa Baru.
Jika disandingkan dengan Kakawin, aturan-aturan dalam macapat lebih mudah.
Kitab-kitab pada jaman Mataram Baru, seperti Wedhatama, Wulangreh, Serat Wirid
Hidayat Jati, Kalatidha, dan lain-lainnya dirakit memakai tembang ini. Aturan-aturan
tersebut antara lain :
1. Guru
gatra yaitu sejumlah larik pada setiap bait.
2. Guru
wilangan yaitu sejumlah suku kata pada setiap larik
3. Guru
lagu yaitu berakhirnya suara suku kata terakhir pada setiap larik.
Tembang macapat
dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1. Sekar
Macapat atau Sekar Alit
Macapat ini disebut tembang macapat asli. Urutannya sama halnya seperti
yang dijalani manusia mulai ia masih menjadi seorang bayi sampai ajal
menjemputnya.
2. Sekar
Madya atau Sekar Tengahan
Macapat jenis ini seperti tembang kidung yang sering digunakan pada jaman
Majapahit.
3. Sekar
Ageng
Sekar macapat Ageng hanya ada satu, yaitu Girisa. Jika dilihat dari
kerumitannya sekar macapat ageng seperti tembang kakawin di Jaman Kuno.
B. Sejarah
Macapat
a. Tembang
Cilik atau Sekar Alit
1. Dandhanggula
(10 gatra)
10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 6u, 8a, 12i, 7a.
2. Maskumambang
(4 gatra)
12i, 6a, 8i, 8a.
3. Sinom
(9 gatra)
8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a.
4. Kinanthi
(6 gatra)
8u, 8i, 8a, 8i, 8a, 8i.
5. Asmarandana
(7 gatra)
8a, 8i, 8e, 8a, 7a, 8u, 8a.
6. Durma
(7 gatra)
12a, 7i, 6a, 7a, 8i, 5a, 7i.
7. Pangkur
(7 gatra)
8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i.
8. Mijil
(6 gatra)
10i, 6o, 10,e 10i, 6i, 6u.
9. Pocung
(4 gatra)
12u, 6a, 8i, 12a.
b. Tembang
Tengahan atau Sekar Madya
1. Jurudhemung
(7 gatra)
8a, 8u, 8u, 8a, 8u, 8a, 8u.
2. Wirangrong
(6 gatra)
8i, 8o, 10u, 6i, 7a, 8a.
3. Balabak
(6 gatra)
12a, 3e, 12a, 3e, 12u, 3e.
4. Gambuh
(5 gatra)
7u, 10u, 12i, 8u, 8o.
5. Megatruh
(5 gatra)
12u, 8i, 8u, 8i, 8o.
c. Tembang
Gedhe atau Sekar Ageng.
1. Girisa
(8 gatra)
8a, 8a, 8a, 8a, 8a, 8a, 8a, 8a.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Metode
Pengumpulan Data
a. Wawancara
Yaitu cara mendapatkan informasi dengan bertanya
langsung kepada ketua Karawitan “Asmorolaras” Bapak Woto di Desa Tumpang
mengenai seluk beluk tembang macapat dan manfaat-manfaatnya.
b. Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data melalui google dalam internet
dengan mencari sumber-sumber materi yang berhubungan dengan topik seperti
mencari pengertian macapat, bagaimana bagaimana sejarahnya, seperti apa tafsir
dari setiap jenis tembangnya dan dapat dimanfaatkan sebagai apa dapam sebuah
kebudayaan terutama kesenian.
B. Metode
Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah dengan analisa
deskriptif yaitu mencantumkan pengertian macapat, sejarah macapat mulai dari
bagaimana munculnya tembang macapat itu sendiri sampai perkembangannya dari
masa ke masa. Selain itu juga menampilkan tafsir dari setiap jenis tembang
macapat dan bagaimana manfaatnya dalam kebudayaan terutama kesenian jawa.
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN
A. Tinjauan
Umum
Desa Tumpang Rt 02/Rw 06 Padarangin terletak di Kecamatan Slogihomo
Kabupaten Wonogiri, desa ini masih tergolong desa terpencil karena terletak di
ujung paling selatan sendiri dengan kondisi lingkungan yang masih asri di balut
perbukitan dan persawahan. Jadi sudah bisa di tebak bahwa masyarakat disinipun
masih sangat akrab dengan budaya lokal terutama budaya Jawa.
Hampir semua masyarakat di desa ini sangat menyukai budaya Jawa khususnya
dalam hal kesenian yaitu tembang macapat yang biasanya dikemas dalam suatu
paguyuban yang bisa disebut dengan karawitan. Tembang macapat bagi masyarakat
desa ini merupakan suatu kesenian yang masih dilestarikan karena kebanyakan
dari mereka sudah paham arti dari setiap tembang tersebut.
Dalam berbagai kegiatan terutama yang berkaitan dengan kesenian jawa,
tembang macapat adalah satu komponen utama yang wajib untuk diepersembahkan
khususnya dalam suatu acara hajatan, syukuran, upacara adat, bahkan dalam acara
Kidung Tulak Bala pada Upacara Kelahiran Bayi.
B. Perkembangan
Tembang Macapat dari Masa ke Masa
Macapat sebagai
sebutan metrum puisi jawa pertengahan dan jawa baru, yang hingga kini masih
digemari masyarakat, ternyata sulit dilacak sejarah penciptaanya. Purbatjaraka
menyatakan bahwa macapat lahir bersamaan dengan syair berbahasa jawa tengahan,
bilamana macapat mulai dikenal , belum diketahui secara pasti. Pigeud
berpendapat bahwa tembang macapat digunakan pada awal periode Islam. Pernyataan
Pigeud yang bersifat informasi perkiraan itu masih perlu diupayakan kecocokan
tahunnya yang pasti.
Karseno Saputra
memperkirakan atas dasar analisis terhadapbeberapa pendapat beberapa pendapat
dan pernyataan. Apabila pola metrum yang digunakan pada tembang macapat sama
dengan pola metrum tembang tengahan dan tembang macapat tumbuh berkembang
sejalan dengan tembang tengahan, maka diperkirakan tembang macapat telah hadir
dikalangan masyarakat peminat setidak-tidaknya pada tahun 1541 masehi.
Perkiraan itu atas dasar angka tahun yang terdapat pada kidung Subrata, Juga
Rasa Dadi Jalma = 1643 J atau 1541 masehi. ( Saputra, 1992 : 14 )
Penentuan ini
berpangkal pijak dari pola metrum macapat yang paling awal yang terdapat
didapat kidung Subrata. Sekitar tahun itu hidup berkembang puisi berbahasa jawa
kuno, jawa tengahan dan jawa baru yaitu kekawin, kidung dan macapat. Tahun
perkiraan itu sesuai pula dengan pendapat Zoetmulder lebih kurang pada abad XVI
di jawa hidup bersama tiga bahasa, yaitu jawa kuno, jawa tengahan dan jawa
baru.
Dalam Mbombong
manah I ( Tejdohadi Sumarto, 1958 : 5 ) disebutkan bahwa tembang macapat ( yang
mencakup 11 metrum ) di ciptakan oleh Prabu Dewawasesa atau Prabu Banjaran sari
di Sigaluh pada tahun Jawa 1191 atau tahun Masehi 1279. Tetapi menurut sumber
lain, tampaknya macapat tidak hanya diciptakan oleh satu orang, tetapi oleh
beberapa orang wali dan bangsawan. ( Laginem, 1996 : 27 ). Para pencipta itu
adalah Sunan Giri Kedaton, Sunan Giri Prapen, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati,
Sunan Muryapada, Sunan Kali Jaga, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Geseng,
Sunan Majagung, Sultan Pajang, Sultan Adi Eru Cakra dan Adipati Nata Praja.
Namun berdasarkan
kajian ilmiah ada dua pendapat yang memiliki sedikit perbedaan tentang
timbulnya macapat. Pendapat pertama bertumpu bahwa tembang macapat lebih tua
dibanding tembang gede dan pendapat kedua bertumpu pada anggapan sebaliknya.
Kecuali pendapat itu ada pendapat lain tentang timbulnya macapat berdasarkan
perkembangan bahasa.
a.
Tembang macapat lebih tua daripada tembang gede
Pendapat
pertama beranggapan bahwa tembang macapat lebih tua dari pada tembang gede
tanpa wretta atau tembang gede kawi miring. Tembang macapat timbul pada zaman
Majapahit akhir ketika pengaruh kebudayaan Islam mulai surut ( Danusuprapta,
1981 : 153-154 ). Dikemukakan pula oleh Purbatjaraka bahwa timbulnya macapat
bersamaan dengan kidung, dengan anggapan bahwa tembang tengahan tidak ada. (
Poerbatjaraka, 1952 : 72 )
b.
Tembang macapat berdasarkan perkembangan bahasa
Dalam
hipotesis Zoetmulder ( 1983 : 35 ) disebutkan bahwa secara linguistik bahasa
jawa pertengahan bukan merupakan pangkal bahasa jawa baru. Melainkan merupakan
dua cabang yang terpisah dan divergen pada bahasa jawa kuno. Bahasa jawa kuno
merupakan bahasa umum selama periode Hindu – Jawa sampai runtuhnya Majapahit.
Sejak datangnya pengaruh Islam, bahasa jawa kuno berkembang menurut dua arah
yang berlainnan yang menimbulkan bahasa jawa pertengahan dan bahasa jawa baru.
Kemudian, bahasa jawa pertengahan dengan kidungnya berkembang di Bali dan
bahasa jawa baru dengan macapatnya berkembang di Jawa. Bahkan, sampai sekarang
tradisi penulisan karya sastra jawa kuno dan pertengahan masih ada di Bali.
C. Tafsir
dari setiap Jenis Tembang Macapat
1. Maskumambang
Memvisualisasikan “jabang
bayi” yang masih ada di dalam kandungan ibunya, masih belum kelihatan jenis
kelaminnya (bisa lelaki atau perempuan), “kumambang” mengandung arti hidupnya
mengabang didalam perut ibundanya.
Lagu maskumambang berkumandang
dinyanyikan oleh dayang. Dayang menghibur putri yang sedang mengandung agar
jabang bayi lahir beruntung.
2. Mijil
Sebuah kelahiran dari dalam perut ibunda
nya, sudah jelas terlihat jenis kelaminnya. Lagu mijil dinyanyikan untuk sang putri
sewaktu melahirkan sang bayi sebagai hiburan mengalami nyeri yang diderita
hanya oleh dirinya sendiri.
3. Kinanthi
Berasal dari kata “kanthi”atau
tuntunan yang berarti di tuntun supaya bisa berjalan dalam kehidupan di alam
dunia.
Lagu kinanthi dilagukan karena cinta
kepada bayi yang mulai mengenal dunia, secara perlahan mengenal Ibu dan Bapa,
mengharap cinta kasih yang mesra dari mereka berdua.
4. Sinom
Berarti “kanoman”
(kemudaan/usia muda), berarti adalah waktu luang pada masa muda untuk menimba
ilmu sebanyak banyaknya. Lagu
sinom dinyanyikan anak sudah muda belia, membukakan mata akan kehidupan dunia
yang nyata.
5. Asmarandana
Berarti perasaan asmara/cinta, perasaan
saling menyukai yang sudah menjadi kodrat ilahi (perasaan lelaki dan perempuan)
6. Gambuh
Berasal dari kata “jumbuh/sarujuk”
(cocok) yang berarti sudah cocok kemudian dipertemukan antara pria dan wanita
yang sudah memiliki perasaan asmara, agar menjadikan sebuah pernikahan.
7. Dhandanggula
Menggambarkan hidup orang tersebut sedang
merasa senang senang nya, apa yang dicita citakan bisa tercapai, bisa memiliki
keluarga, mempunyai keturunan, hidup berkecukupan untuk sekeluarga. Sebab itu
dia merasa bergemira hatinya, bisa disebut lagu “dandhanggula”
8. Durma
Berasal dari kata “darma/weweh”
(berdarma/memberikan sumbangan).
9. Pangkur
Berasal dari kata “mungkur”
(mundur) yang berarti sudah memundurkan semua hawa napsunya, yang dipikirkan
hanya berdarma kepada sesama mahluk
10. Megatruh
Berasal dari kata “megat
roh” (melepaskan roh), roh atau nyawa sudah lepas dari badan jasadnya sebab
sudah waktunya kembali ke tempat yang telah digariskan oleh Hyang Maha Kuasa
11. Pocung
Kalau sudah menjadi “lelayon”
(mayat) badan jasad kemudian di pocong sebelum dikubur
12. Giriso
Lagu giriso menempati tempat istimewa, kadang terasa risi dan cemas di
dalam dada apabila betul-betul anakku bahagia, apakah terpenuhi kebutuhan
hidupnya.
13. Wirangrong
Lagu penutup, usailah masa hidup, Wirang artinya mengerti atau tahu cara
hidup, rong artinya lubang kubur dimana hidup ditutup Penamaan Metrum Macapat.
14. Jurudemung
Berasal dari kata Juru yang berarti tulang, penabuh, dan demung yang
berarti nama sebuah perlengkapan gamelan.
15. Balapah
Tembang balapah berwatak atau biasa digunakan dalam suasana santai.
D. Manfaat
Tembang Macapat dalam Kesenian di Desa Tumpang Rt 02/Rw 06 Padarangin
Seni tembang macapat Jawa merupakan bangunan musikal yang diekspresikan
dan terhayati sarana ungkap dalam bentuk puisi berbahasa Jawa yang terikat pola
persajakan yang dilantunkan berdasarkan tangga nada pentatonik atau lebih
dikenal dengan istilah titi laras slendro dan pelog.
Tembang macapat dapat digunakan untuk menyelenggarakan upacara slametan
atau tasyakuran atas kelahiran bayi di Desa Tumpang. Seorang ibu yang berhasil
melahirkan seorang bayi pasti melalui proses perjuangan yang tidak ringan
karena mempertahankan jiwa dan raganya. Oleh karena itu atas keberhasilannya
melahirkan “buah cinta” tersebut, sudah sepantasnya apabila dilaksanakan
perayaan tasyakuran. Tidak hanya berhenti sampai disini saja, setelah sang bayi
lahir masih banyak hal-hal yang harus dilakukan untuk bayi dengan tujuan agar
dia hidup sehat selamat lahir batin. Upaya ini oleh masyarakat karawitan Jawa
khususnya di Desa Tumpang diwujudkan dalam bentuk upacara, slametan (kenduri)
serta sebagai puncaknya adalah pelantunan tembang macapat kidung tulak bala.
Pelaksanaan ritual ini dilakukan setelah bayi lahir dan sudah berada di rumah.
Upacara ritual slametan bayi dengan mempergunakan tembang macapat kidung
tulak bala sebagai media permohonan doa pada Tuhan Yang Maha Esa oleh
masyarakat Desa Tumpang diyakini dan hingga saat ini masih hidup, meskipun
tidak sesubur beberapa waktu yang lalu. Secara harfiah macapat kidung tulak bala
memiliki arti tembang macapat yang berfungsi untuk mendak, mengusir atau
mengembalikan dengan tujuan menghadirkan kebaikan.
Bagi masyarakat Tumpang, macapat kidung tulak bala diyakini sebagai
mantra atau doa yang dilambangkan melalui pola-pola tembang macapat serta tidak
terlepas dari keyakinan agama. Kidung yang berbentuk tembang macapat ini berisi
syair yang diyakini oleh masyarakat dan penduduknya sebagai kumpulan doa
permohnan keselamatan. Oleh karena itu, ritual ini bisa dikategorikan sebagai
upacara slametan.
Selain diyakini sebagai Kidung Tulak Bala pada ritual keselamatan bayi,
tembang macapat juga bernanfaat sebagai kidung tulak bala pada upacara
pernikahan adat Jawa yang menampilkan tembang macapat pada pada jalannya
upacara dengan tujuan permohonan keselamatan.
E. Cara
Melestarikan Tembang Macapat di Desa Tumpang Rt 02/Rw 06 Padarangin
Tembang macapat saat ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat Jawa,
khususmya masyarakat di Desa Tumpang, karena telah dianggap seni tradisional
dan mengalami penggusuran dengan berbagai macam hiburan modern.
Berikut adalah cara yang dilakukan masyarakat desa Tumpang dalam
melestarikan tembang macapat :
1. Menyelenggarakan
latihan karawitan yang memat tembang macapat setiap malam minggu yang diikuti
semua kalangan.
2. menampilkan
tembang macapat pada upacara pernikahan adat Jawa.
3. Menampilkan
tembang macapat pada upacara kelahiran bayi sebagai kidung tulak bala.
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seni tembang macapat dengan segala aspek musikalnya seperti gatra
ditentukan guru wilangan dan guru lagunya. Guru wilangan ialah banyaknya suku
kata, sedang guru lagu adalah ketentuan jatuhnya huruf vokal a-i-u-e-o pada akhir kalimat dan gatra
tersebut juga mengenal irama.
Berbagai macam fungsi tembang macapat selain sebagai sapan vokal dalam
dunia seni karawitan Jawa macapat juga memiliki fungsi lain seperti fungsi
sebagai media pendidikan, iringan atau ilustrasi kesenian lainnya, media
hiburan, media propaganda/syair, mata pencaharian, pendukung upacara ritual dan
media terapi. Fungsi ini tercermin pada syair-syair tembang macapat tersebut.
Pada permasalahan ini seni tembang macapat berfungsi sebagai sarana utama
upacara ritual.
B. Saran
Sehubung dengan simpulan di atas, maka penulis memberikan saran-saran
sebagai berikut :
1. Tembang
macapat agar lebih ditingkatkan lagi segi manfaatnya.
2. Lebih
mendalami lagi tafsir dari setiap jenis tembangnya.
3. Segala
bentuk upaya yang dilakukan untuk melestarikan tembang macapat lebih
ditingkatkan lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Karsono H. Saputra, 1992. Pengantar Sekar Macapat.
Depok : Fakultas Sastra universitas Indonesia. ISBN 979-8184-05-5.
Poerbatjaraka, 1952, Kepustakaan Djawi. Djakarta :
Djambatan.
I.C Sudjarwadi et al, 1980, Seni Macapat Madura :
Laporan penelitian. Oleh Team Penelitian Fakultas Sastra, Universitas Negeri
Jember. Jember : Universitas Negeri Jember.